Dayak Menolak, karena KAMI Harmonis
Pada hari Jum’at, 10 Februari 2012 tiba-tiba saya mendapat broadcast message di Blackberry saya, isinya tentang kedatangan sekaligus peresmian FPI (Front Pembela Islam) di kota Palangka Raya. Hal pertama yang saya pikirkan adalah “apa benar ini berita”. Namun ternyata, semakin siang sampai pada sore harinya broadcast tentang hal tersebut semakin banyak saya dapatkan. Setelah saya Tanya-tanya dan mencari informasi lebih lanjut, ternyata hal tersebut memang benar. Rencananya pihak FPI ingin meresmikan diri dan membuat cabang di Kalimantan Tengah.
Mungkin sudah menjadi rahasia umum tentang sepak terjang FPI di Indonesia. Ini hanyalah intermezzo, apakah kita pernah menyaksikan tindakan yang baik atau tertib sekali pun dari ormas yang satu ini? Saya rasa kita punya jawaban masing-masing. Kedatangnan FPI ke kota cantik sontak membuat seluruh masyarakat dayak di sini tiba-tiba bersua.
Pada hari sabtu, 11 november saya terjebak kemacetan di sekitaran jalan Tjilik Riwut dan Bundaran Besar. Ketika itu saya sepulangnya dari pemotretan foto kelas. Di sana saya melihat sangat banyak orang menggunakan baju adat lengkap dengan perkakasnya serta dengan ikat kepala merah yang mereka kenakan, biasanya itu digunakan dalam keadaan bersiaga. Kebetulan saat itu kamera tidak saya masukan ke dalam tas, hanya saya gantungkan di leher. Dengan memanfaatkan kemacetan sehingga kendaraan bergerak begitu lambat, saya berinisiatif membuka jendela mobil dan berusaha mengabadikan momen tersebut sambil menyetir. Ini dia fotonya.
Saya sudah hampir 18 tahun tinggal di Palangka Raya, dan jujur masyarakat di sini sangat tidak hoby untuk melakukan yang namanya demo. Jadi jika anda yang berada di luar kota yang telah bising mendengar dan melihat suasana demo, saya sarankan anda pndah kesini 😀
Namun pada hari sabtu kemaren, saya baru melihat orang-orang pada demo dengan jumlah yang sangat besar.
Kembali ke laptop, pada tahun 2000 lalu, Palangka Raya masuk dalam suasana yang kelam. Daerah Kalimantan Tengah pada tahun itu terasa mencekan karena terjadi kerusuhan yang sangat parah antara suku dayak dan suku pendatang. Padahal sebenarnya pemicu kerusuhan itu hanya hal sepele. Numun kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan sangatlah parah. Masih segar dalam pikiran saya saat dua blok di depan rumah saya di bakar. Dan 3 rumah disisi kiri rumah saya menjadi korban amuk masa. Pada malam harinya orang-orang berjaga di sekeliling komplek sambil membawa senjata. Di kota Sampit, kerusuhan itu terjadi sangat parah. Mayat bergelimpangan disepanjang jalan, bahkan mayat-mayat tersebut sebagian besar suadah tidak utuh atau tanpa kepala. Saat itu adalah masa yang sangat-sangat mengerikan, dan jangan sampai terulang kembali.
Setelah kerusuhan usai kota Palangka Raya berangsur-angsur pulih dan semakin membaik sampai dengan sekarang. Keharmonisan sangat terjaga di kota ini. antar umat beragama pun toleransinya juga sangat tinggi. Salah satu contohnya adalah pada saat hari-hari besar agama, disetiap rumah menyiapkan hidangan-hidangan spesial untuk merayakan hari besar tersebut. Mereka mebuka rumah sepanjang hari dan para kerabat, tetangga, teman kantor, samuanya boleh bertamu kerumah yang merayakan hari besar agamanya. Pada saat Idul Fitri misalnya, para umat muslim merayakan dan kerabat-kerabat dari agama lain ikut bertamu dan bersukacita bersama. Begitu juga jika hari Natal tiba, umat Kristiani merayakan Natal dan membuka rumah serta menjamu tamu dari berbagai agama dengan hidangan spesial. Hal ini juga berlaku pada saat tahun baru, Nyepi, Waisak, dan Imlek.
Nah, ini juga salah satu contoh nyata umat beragama di Palangka Raya hidup sangat harmonis.
Kedua bangunan di atas adalah rumah ibadah dari kedua agama yang berbeda. Bangunan ini terletak di tengah-tengah kota Palangka Raya, tepatnya di Jalan Gemini komp. Amaco. Kedua rumah ibadah ini hanya dipisahkan oleh sebuah tembok. Namun disinilah letak keharmonisan antar umat beragama di Palangka Raya. Tidak pernah terjadi perselisihan antar jemaat dari kedua rumah ibadah ini. Saya mengabadikan foto ini pada hari minggu, 12 Februari 2012.
Yang saya ragukan adalah ketika FPI benar-benar masuk ke Palangka Raya, apakah keadaan ini masih bisa kita lihat, biarlah waktu yang menjawab.
FPI ditolak di Kalimantan Tangah bukan karena agama atau semacamnya, namun karena sepak terjang ormas yang satu ini sering dianggap kelewatan oleh masyarakat Dayak Kalteng, termasuk saya. Sebagai uluh hetuh, saya juga tidak berkenan jika FPI benar-benar hadir disini. Kami sudah merasa aman dan harmonis. Mengapa saya mengatakan demikian. Karena saya yang hidup lama disini memang benar merasakan hal itu.
Sudah banyak saya melihat situs-situs web dan beberapa tulisan mengatakan bahwa orang Dayak itu adalah kafir dan menginginkan kebebasan sendiri. Tapi terserah merekalah mau bilang apa, toh mereka tidak tinggal disini dan hanya bisa membual.
Sekali lagi saya tekankan, FPI ditolak bukan karena agama, namun karena sepak terjangnya. Mohon maaf yaa atas penolakannya, mungkin bisa di coba di kota Manado atau Jayapura 😀 mungkin belum reszekinya disini.
Kami masyarakat dayak sampai hari ini menjunjung tinggi toleransi umat beragama. “Isen Mulang jete penyangku”
Kami Cinta damai ^_^V
GBU All